Langsung ke konten utama

Hikmah dari Musibah

Postingan populer dari blog ini

Jalan Shufi

Para ulama besar sufi terkemuka yang semula menolak tasawuf seperti Ibnu Athaillah as-Sakandari Sulthanul Ulama Izzuddin Ibnu Abdis Salam Syeikh Abdul Wahab asy-Sya’rani, dan Hujjatul Islam Abu Hamid Al-Ghazali Dan banyak lagi ulama lainnya akhirnya harus menyerah pada pengembaraannya sendiri. Ternyata dalam proses perjalanan menuju kepada Allah tetap membutuhkan seorang Guru Mursyid yang berperan sebagai pembimbing pembuka futuh (pembuka pintu ma'rifat) (diantara mereka akhirnya menempati kedudukan Wali quthub al ghouts, raja para wali di masanya) Terkadang seorang ulama terlalu tinggi hati untuk berguru kepada ulama lain yang telah mencapai derajat ma'rifat, karna takut jatuh martabatnya dihadapan mahluk, takut diketahui orang karna berguru pada orang lain, merasa cukup ilmu, hafalbanyak hadist, ahli fiqih, sudah mempeajari banyak kitab kuning, semua karna kesombongan dan ego yang tinggi, menganggap diri sudah alim sehingga tidak perlu lagi berguru,

Toleransi Hasan Bashri Bertetangga Nasrani

Kekaguman para sahabat dan murid-muridnya tak menggetarkan pribadi Hasan al-Bashri untuk tetap hidup penuh kesederhanaan. Di rumah susun yang tidak terlalu besar ia tinggal bersama istri tercinta. Di bagian atas adalah tempat tinggal seorang Nasrani. Kehidupan berumah tangga dan bertetangga mengalir tenang dan harmonis meski diliputi kekurangan menurut ukuran duniawi. Di dalam kamar Hasan al-Bashri selalu terlihat ember kecil penampung tetesan air dari atap kamarnya. Istrinya memang sengaja memasangnya atas permintaan Hasan al-Bashri agar tetesan tak meluber. Hasan al-Bashri rutin mengganti ember itu tiap kali penuh dan sesekali mengelap sisa percikan yang sempat membasahi ubin. Hasan al-Bashri tak pernah berniat memperbaiki atap itu. “Kita tak boleh mengusik tetangga,” dalihnya. Jika dirunut, atap kamar Hasan al-Bashri tak lain merupakan ubin kamar mandi seorang Nasrani, tetangganya. Karena ada kerusakan, air kencing dan kotoran merembes ke dalam kamar Sang Imam  tanpa me

Kesopanan Murid Terhadap Guru

Telah berkata Saidina Ali Karamallahu Wajhah : اَنَاعَبْدُ مَنْ عَلَّمَنِيْ حَرْفًا Maksudnya : “ Aku adalah seperti hamba bagi yang mengajari aku satu huruf ”. Ketahuilah hai murid, bahwa guru engkau itu adalah mendidik engkau dan membersihkan jiwamu, dan mengajari engkau ilmu pengetahuan untuk keselamatan dunia akhirat. Maka telah menjadi wajib engkau memuliakannya dan menghormatinya. Adalah adab – adab murid terhadap guru sangat banyak, sebahagian dari padanya ialah memberi salam waktu berjumpa, dan duduk bersopan dihadapannya, dan jawab perkataanya dengan sopan dan dengarkan benar – benar pelajaran yang diterangkan, dan jangan sekali – kali engkau bermain – main waktu guru memberi pelajaran dan jangan engkau ucapkan kata – kata yang kasar terhadap guru, dan kalau engkau dimarahi guru haruslah engkau terima dengan baik karena ingatlah bahwa gurumu itu hanya bermaksud untuk kebaikanmu. Di tanah Mekkah pernah terjadi seorang murid menembak gurunya dengan takdir Allah berhil